ABSTRAK
Agung Nugroho. 18210851
MORALITAS KORUPTOR
Tugas Softskill. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Gunadarma 2013
Kata kunci : KORUPSI .
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang
hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal
maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah
korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau
bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi
kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang
merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya
pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat
sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit
memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Namun karena penyakit tersebut
sudah mewabah dan terusmeningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan,
maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran
tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara. Persoalan korupsi di
Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya tetapi sudah
membudidaya.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Akhir-akhir
ini masalah korupsi sedang hangt-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam
media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan
pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula
yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan
dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.
Pada
hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan,
dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan
pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak
mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan
pembuktian-pembuktian yang eksak.
Namun
karena penyakit tersebut sudah mewabah dan terusmeningkat dari tahun ke tahun
bak jamur di musim hujan, maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa
merongrong kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara.
Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya
tetapi sudah membudidaya.
Disamping
itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses
perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk dari sikap
hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan
sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan
para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit
yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status
sosial yang tinggi dimata masyarakat.
1.2. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana dampak Korupsi
terhadap sebuah kegiatan bisnis
2. Apa penyebab terjadinya korupsi
3. Contoh Kasus
1.3. Tujuan
Masalah
1. mengetahui dampak negatif korupsi
2. Apa Penyebab terjadinya korupsi
3. Mengetahui contoh kasus mengenai korupsi di
indonesia
LANDASAN
TEORI
Pengertian Moral
Moral adalah
kaidah mengenai apa yang baik dan buruk. Sesuatu yang baik kemudian diberi
label “bermoral.” Sebaliknya, tindakan yang bertentangan dengan kebaikan lantas
dikategorikan sebagai sesuatu yang jahat, buruk, atau: “tidak bermoral.”
Semua orang sepakat bahwa manusia adalah makhluk yang istimewa, unik, dan
berbeda dengan aneka ciptaan Tuhan yang lain. Keunikan tersebut menjadi faktor
pembeda yang tegas antara manusia dan makhluk yang lain. Lalu apa yang
membedakan manusia dengan makhluk yang lain? Tentu akal budinya!
Akal budi inilah yang memampukan manusia untuk membedakan apa yang baik dan
yang buruk. Dengan demikian manusia tidak tunduk pada insting belaka. Aneka
nafsu, hasrat, dan dorongan alamiah apapun diletakkan secara harmonis di bawah
kendali budi.
Dari sini kemudian manusia
menggagas hidupnya secara lebih bermartabat dan terhormat. Manusia kemudian
punya kecenderungan alamiah untuk mengarahkan hidupnya kepada kebaikan dan
menolak keburukan. Apa saja yang baik, itulah yang dikejar dan diusahakan.
Hidup sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya kemudian digagas untuk
menggapai kebaikan.
MORALITAS OBYEKTIF
Moralitas obyektif lahir dari kesadaran manusia untuk mencapai kebaikan
bersama. Moralitas obyektif adalah tata nilai yang secara obyektif ada dan
dipatuhi bersama sebagai konsekuensi dari kodrat manusia sebagai makhluk
berakal budi.
Moralitas seperti ini hadir dalam bentuk aneka peraturan, perundangan, norma,
dan nilai-nilai yang berkembang dalam tata hidup bersama. Ia bisa berwujud
aturan yang sudah diwariskan turun-temurun, tetapi bisa juga berwujud aturan
yang dengan sengaja dibuat untuk pencapaian kebaikan bersama, misalnya
undang-undang, KUHP, aneka tata-tertib, dll. Untuk mencegah korupsi misalnya,
manusia kemudian membuat undang-undang antikorupsi.
Pelanggaran terhadap moralitas obyektif ini mengakibatkan si pelanggar dikenai
sanksi dan hukum yang berlaku. Seorang koruptor, misalnya, harus dihukum jika
secara obyektif dia terbukti melakukan korupsi.
MORALITAS SUBYEKTIF
Moralitas subyektif adalah tata nilai yang secara konstitutif ada di dalam hati
sanubari manusia. Karena setiap manusia berakal budi, maka setiap manusia
mempunyai dalam dirinya sendiri tata nilai yang mengantarnya kepada kebaikan,
dan ini harus ditaati.
Berbeda dengan moralitas obyektif, pelanggaran terhadap norma subyektif ini
tidak bisa dikenai hukum obyektif. Lalu instansi apa yang bisa mengawasi
moralitas subyektif semacam ini? Bukan polisi, tentara, jaksa, ataupun KPK,
melainkan hati nurani! Hati nurani inilah yang kemudian terlanggar jika
seseorang memilih untuk menyimpang kepada keburukan dengan mau-tahu-dan bebas.
Secara sekilas, agaknya moralitas subyektif ini sanksinya lebih ringan karena
hanya dirinya sendiri yang tahu. Tetapi betulkah demikian? Tidak! Justru sanksi
dari moralitas subyektif ini akan menghantuinya seumur hidup. Jika hukuman
obyektif (sanksi penjara misalnya) hanya berlaku selama beberapa tahun dan
setelah itu ia bisa melenggang bebas, tidak demikian dengan sanksi yang
dijatuhkan nurani manusia!
KORUPSI
Korupsi adalah penyakit bangsa dan secara tegas pula merupakan penyakit moral!
Moral yang mana? Kedua-duanya: moralitas obyektif dan sekaligus subyektif.
Pemberantasan korupsi dengan demikian juga memasuki kedua ranah tersebut.
Korupsi bisa diberantas jika secara obyektif ia dilarang (dengan memberlakukan
hukum yang amat berat), dan secara subyektif pula diperangi (dengan mempertajam
peran budi-nurani yang dimiliki oleh setiap manusia).
Di satu sisi, penegakan moralitas obyektif adalah soal penegakan aturan main
dalam hidup bernegara, ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum terhadap
para koruptor, dan pembenahan sistem peradilan yang semakin adil. Di sisi lain,
penegakkan moralitas subyektif adalah soal pembenahan mentalitas aparatur
negara, pembenahan hidup kemanusiaan sebagai mahkluk yang berakal budi, dan
penajaman hati nurani.
Penekanan kepaada salah satu moralitas saja sudah cukup baik, tetapi belum
cukup. Pemberlakuan hukum yang berat terhadap para koruptor itu baik, tetapi
belum cukup. Mengapa? Karena dengan demikian orang hanya dididik untuk takut
menjadi koruptor. Ia takut melakukan korupsi hanya karena takut akan hukuman
mati, padahal yang seharusnya muncul adalah kesadaran untuk menghindarinya
karena korupsi itu tindakan yang buruk (bukan hanya soal takut)! Pendidikan
hati nurani (misalnya dilakukan dengan: mengikuti anjuran agama dan berlaku
saleh) itu juga baik, tetapi juga belum cukup! Mengapa? Karena dalam hidup
bersama tetap diperlukan hukum yang tegas bagi tercapainya kebaikan bersama.
Sebagai warga bangsa, manusia Indonesia seharusnya sadar bahwa korupsi adalah
masalah bersama yang membawa negara ini kepada keburukan dan keterpurukan.
Sudah saatnya dibuat hukum yang tegas untuk mengembalikan bangsa ini kepada
jalurnya yang benar, dan tak ketinggalan pula: pendidikan hati nurani demi
tajamnya mentalitas bernegara. Pendidikan hati nurani dalam hal ini tidak bisa
disempitkan melulu kepada beribadah dan kembali kepada agama saja (karena semua
orang Indonesia ternyata beragama, dan pada saat itu juga menjadi negara
terkorup pula!). Pendidikan hati nurani sebenarnya adalah persoalan
pengembalian manusia kepada kodratnya yang mengedepankan peran akal budi. Akal
budi inilah yang memampukan setiap manusia untuk mengarahkan diri kepada
pencapaian kebaikan. Korupsi adalah pembalikan dari kebaikan, maka dengan tegas
harus ditolak! Korupsi juga adalah pengingkaran kodrat manusia yang
bermartabat, maka dengan tegas pula harus diberantas!
METODE
PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah
: Moralitas Koruptor
Data yang
Digunakan
Data yang digunakan oleh penulis :
Data Sekunder berupa data kualitatif, yaitu dengan
mencari data-data tentang Korupsi dan moralitas
PEMBAHASAN
Penyebab Terjadinya Korupsi
Korupsi dapat terjadi karena
beberapa factor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa
kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya, antara lain:
1. Klasik
a. Ketiadaan dan kelemahan pemimpin.
Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,
merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkin
mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan pemimpin ini juga
termasuk ke leader shipan, artinya, seorang pemimpin yang tidak memiliki
karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk
menumbuhkan rasa takut,ewuh poakewuhdi kalangan staf untuk melakukan
penyimpangan.
b. Kelemahan pengajaran dan etika. Hal
ini terkait dengan system pendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan.
Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa
disertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.
c. Kolonialisme dan penjajahan.
Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tergantung, lebih
memilih pasrah daripadaberusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai
bawahan.Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderung berlindung
di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan nepotisme. Sifat dan
kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan sebagian orang
melakukan korupsi.
d. Rendahnya pendidikan. Masalah ini
sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill,
dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan
berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencsri peluang dengan menggunakan
kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yangbesar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan
di sini adalah komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada
kenyataannya koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang
memadai,kemampuan, dan skill.
e. Kemiskinan. Keinginan yang
berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas kemampuan dan modal yang
dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang dapat
mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan
menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f. Tidak adanya hukuman yang keras,
seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke Pulau Nusa kambangan.
Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.
g. Kelangkaan lingkungan yang subur
untuk perilaku korupsi.
2. Moderna
a. Rendahnya Sumber Daya
Manusia.Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya
sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut:
- Bagian kepala, yakni menyangkut
kemampuan seseorang menguasai permasalahan yang berkaitan dengan
sains dan knowledge.
- Bagian hati, menyangkut komitmen
moral masing-masing komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan
bangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh umat
manusia.komitmen mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang
terbaik dan menguntungkan semua pihak.
- Aspek skill atau keterampilan, yakni
kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
- Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut
kemanpuan seseorang mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun
memiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan
kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam mencapai tujuann
b. Struktur Ekonomi Pada masa lalu
struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi dan pengembangannya
dilakukan secara bertahap.Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada
penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalu
memporak-perandakan produk lama yang bagus
Dampak Korupsi Dalam Kegiatan
Bisnis
Dengan adanya praktek korupsi yang
sedang marak terjadi di Indonesia, seperti proses perizinan usaha sebuah
perusahaan yang berbelit-belit dan dengan biaya tinggi yang tidak pada
semestinya dikarenakan ada oknum tertentu dengan sengaja mengambil sebagian
biaya tersebut. Dengan adanya praktek pungutan yang tidak semestinya, maka hal
tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan bisnis dalam suatu perusahaan
karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh pihak-pihak/oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab ini akan membebankan perusahaan seperti adanya
High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk
barang atau jasa yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena buruknya mental dan
minimnya pemahaman serta kesadaran hukum pada para pelaku tindak pidana korupsi
tersebut. Dan adanya persepsi dari para pengusaha terjadinya sejumlah kasus
korupsi termasuk suap, juga dipicu karena rumitnya urusan birokrasi yang tidak
pro bisnis, sehingga mengakibatkan beban biaya ekonomi yang tinggi dan
inefisiensi waktu.
Fenomena Sosial Korupsi dalam Praktik
Bisnis
-
Aspek Sosial
Politik
Berkaitan dengan
koruhsi yang dilakukan sehubungan dengan kekuasaan yang dimilikinya melalui
aktivitas kegiatan dengan alasan untuk kepentingan politik, banyak elite
politik yang duduk dalam dewan legislatif DPR terlibat korupsi dengan nuansa
bisnis. Contohnya adalah kolusi proyek pembangunan, jasa transportasi fiktif,
perjalanan dinas fiktif, pengadaan barang fiktif, penyimpangan dana APBN,
APBD, mark-up investasi, money politic untuk memperoleh jabatan pemilihan kades/lurah,
pemilihan presiden, gubernur, bupati, walikota. Pemilihan kepala daerah bahkan
sangat kental dengan nuansa korupsi, dengan money
politic, pemberian barang, uang, dan fasilitas. Fenomena sosial
politik dan kekuasaan identik dengan pernyataan sosiolog dan kriminolog Lord
Acton yang menyebutkan "Power Tends to Corrupt, but Absolute Power Corrupts
Absolutely". Artinya, kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan
yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula. Dalil tersebut
bertumpu pada penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan. Realitas perilaku
elite politik dewasa ini menunjukkan kebenaran pernyataan itu (Gunawan, 1993:
l5).
-
Aspek Sosial
Ekonomi
Kenyataan yang
tidak dapat dimungkiri dan seakan menjadi rahasia umum adalah bahwu perilaku
korupsi dalam praktik bisnis telah begitu menggejala. Peluang para pelaku
bisnis di Indonesia untuk melakukan korupsi begitu terbuka sehingga dapat
memengaruhi kehidupan ekonomi makro, menengah ke bawah, sampai kehidupan
ekonomi mikro. Korupsi yang paling banyak terjadi dalam praktik bisnis
contohnya adalah pengadaan barang dan jasa, yang sekarang telah diatur dengan
Kepres No. 80 Tahun 2003. Perilaku korupsi tersebut mencakup suap (bribery) dengan cara
pemberian komisi, order fee, tip untuk pejabat. Bahkan sering
terjadi korupsi transaktif pada sektor ekonomi makro terutama dalam praktik korupsi pada investasi dan
kasus proyek besar misalnya pertambangan, kehutanan, bantuan luar negeri, dan
perpajakan, yang sangat potensial dengan manipulasi, kolusi yang merugikan
perekonomian dan kekayaan negara, serta menyebabkan kecilnya APBN. Bahkan yang
mengejutkan jumlah korupsi Indonesia mencapai Rp 444 triliun,
melebihi APBN tahun 2003 Rp 370 triliun ( Surga Para
Koruptor Jakarta:
Penerbit Buku Kompas hal 145).
-
Aspek Sosial Budaya
Disadari
sementara orang dapat bersekolah atau kuliah karena kolusi, buku-buku pelajaran
dijadikan ajang bisnis. Gaji para guru dan dosen rendah dan sering kali kena potongan.
Ketakberdayaan dalam keterbatasan kesejahteraan ini mendorong para guru mencari
peluang tambahan antara lain dengan korupsi. Selain itu, banyak guru tak jelas
nasibnya, infrastruktur pembangunan pendidikan, terutama gedung sekolah,
banyak yang rusak dan tidak memenuhi standar teknis (spectic, bestec),
sehingga sektor pendidikan menjadi mahal karena nuansa korupsi. Sektor
keagamaan juga tak lepas dari praktik korupsi. Bidang keagamaan, khususnya
bagian pelaksanaan administrasi, merupakan ladang subur munculnya berbagai
pungutan dengan alasan keikhlasan dan amal sedekah untuk kepenringan pribadi
atau orang lain. Tenru saja hal ini adalah tindakan amoral karena tergolong
korupsi (Wintolo, 2004: 11).
PENUTUP
Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana
yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian
negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang
memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang yang
bukan haknya untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan
dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dalam bidang bisnis diantaranya
akan membebankan perusahaan seperti adanya High Cost sehingga hal
tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang
dihasilkan.
Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu perlu
adanya peningkatan moral dari tiap individu sehingga tidak hanya mementingkan
kepentingan masing-masing namun juga mempertimbangkan kepentingan perusahaan
dengan segala aspeknya. Peningkatan moral bisa dilakukan sejak dini dengan
pendidikan anti korupsi sejak kecil dan mencoba untuk tidak melakukan korupsi
dalam hal-hal kecil.
DAFTAR PUSTAKA