ABSTRAK
Perkembangan zaman sudah semakin pesat,
namun untuk transportasi masih dibilang belum nyaman. Dalam setiap
jenis usaha, baik kecil maupun besar usaha tersebut, sebagai pelaku usaha harus
memperhatikan banyak faktor baik eksternal maupun internal, salah satunya adalah keadilan usaha
terhadap dampak pada
masyarakat akibat kenaikan
harga tiket pesawat. Tujuan
penulisan ini adalah untuk mengetahui
dampak apa saja yang ditimbulkan oleh kenaikan harga tiket pesawat dan
mengetahui bagaimana agar masyarakat sekitar tidak dirugikan atau tidak
mengalami ketidakadilan dengan adanya perkebunan kelapa sawit. Metode penulisan
ini dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang
terdapat di internet.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak
factor yang turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Anatara lain ada
factor organisatoris manajerial, ilmiah teknologis dan politik social cultural.
Kompelsitas masyarakat modern sekarang. Sebagian kegiatan social, bisnis dengan
banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern itu.
Etika dapat diartikan sebagai pegangan atau orientasi dalam
menjalani hidup. Ini berarti tindakan manusia selalu mempunyai tujuan tertentu
yang ingin dicapainya. Ada sasaran dan arah dari tindakan atau hidup manusia.
Perlunya etika dalam berbisnis. Pada saat ini, mungkin ada
sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis. Bisa
jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika,
karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya
yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada
kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat
itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan perusahaan?. Perusahaan juga sebuah
organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada
banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya.
Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya
penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun
personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan
sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan,
demi kepentingan perusahaan itu sendiri. Etika bisnis mempunyai peranan penting
sebagai kerangka implementasi good corporate governance (GCG). Kode etik dalam
tingkah laku berbisnis di perusahaan merupakan suatu acuan bagi seluruh
karyawan, karyawan , para manajer dan bahkan para dewan direksi dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari. Moral untuk melakukan kejujuran,
keterbukaan, dan profesional, berisi nilai-nilai moral dan universal.
Kini etika bisnis sudah mempunyai status ilmiah yang serius.
Ia semakin diterima diantara ilmu yang sudah mapan dan memiliki ciri-ciri yang
biasanya menandai sebuah ilmu. Tentu saja, masih banyak harus dikerjakan. Etika
bisnis harus berusaha untuk membuktikan diri sebagai disiplin ilmu yang dapat
disegani.
Dalam prinsip-prinsip etika bisnis terdapat salah satu yang
penting yaitu tanggung jawab moral, persoalan pelik yang harus dijawab pada
tempat pertama adalah manakah kondisi bagi adanya tanggung jawab moral. Dengan
adanya prinsip tersebut dapat dikatakan bahwa perusahaan harus bertanggung
jawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh atas
orang-orang tertentu, masyarakat, serta lingkungan dimana perusahaan itu
beroperasi. Maka, secara negatif itu berarti suatu perusahaan harus menjalankan
kegiatan bisnisnya sedemikian rupa sehingga tidak merugikan pihak-pihak
tertentu dalam masyarakat. Secara positif itu berarti suatu perusahaan harus
menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa sehingga pada akhirnya akan
dapat ikut menciptakan suatu masyarakat yang baik dan sejahtera.
Setelah mempelajari arti dari etika dalam berbisnis, serta
prinsip tanggung jawab moral perusahaan dalam menjalankan usahanya. Dengan ini
kami sajikan pembahasan contoh kasus etika bisnis perusahaan yang bergerak di
bidang jasa, khususnya jasa transportasi udara.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada
penulisan ini adalah bagaimana agar masyarakat sekitar tidak dirugikan atau
tidak mengalami ketidakadilan dengan adanya kenaikan harga tiket pesawat ?
1.3
Batasan Masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah hanya membahas
keadilan dalam bisnis dengan salah satu contoh kasus konflik sosial antara
perusahaan dengan masyarakat yaitu dengan adanya kenaikan harga tiket pesawat ?
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Keadilan dalam Bisnis
Dalam
kaitan dengan keterlibatan sosial, tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan
langsung dengan penciptaan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi yang semakin
sejahtera dan merata. Tidak hanya dalam pengertian bahwa terwujudnya keadilan
akan menciptakan stabilitas sosial yang akan menunjang kegiatan bisnis,
melainkan juga dalam pengertian bahwa sejauh prinsip keadilan dijalankan akan
lahir wajah bisnis yang lebih baik dan etis. Tidak mengherankan bahwa hingga
sekarang keadilan selalu menjadi salah satu topic penting dalam etika bisnis.
a.
Teori keadilan Aristoteles Atas pengaruh Aristoteles secara tradisional
keadilan dibagi menjadi tiga :
1.
Keadilan Legal
Keadilan
legal yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan hukum yang
berlaku. Itu berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang
ada secara tanpa pandang bulu. Keadilan legal menyangkut hubungan antara
individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang
atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara dihadapan dan
berdasarkan hukum yang berlaku. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan perlakuan
yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
2.
Keadilan Komutatif
Keadilan
ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yan lain atau antara
warganegara yang satu dengan warga negara lainnya. Keadilan komutatif
menyangkut hubungan horizontal antara warga yang satu dengan warga yang lain.
Dalam bisnis, keadilan komutatif juga disebut atau berlaku sebagai keadilan
tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang adil
antara pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan komutatif menuntut agar
semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya, mengembalikan pinjaman,
memberi ganti rugi yang seimbang, memberi imbalan atau gaji yang pantas, dan
menjual barang dengan mutu dan harga yang seimbang.
3.
Keadilan Distributif
Prinsip
dasar keadilan distributif yang dikenal sebagai keadilan ekonomi adalah
distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap adil bagi semua warga negara.
Keadilan distributif punya relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam
perusahaan. Berdasarkan prinsip keadilan ala Aristoteles, setiap karyawan harus
digaji sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan
dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya,
dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan yang
berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari
filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan
keadilan”. Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan
mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan
penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik
mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita
pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa
semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap
orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan
sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan
perdebatan seputar keadilan. Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi
jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam
hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Kedailan distributif
dan korektif sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan
hanya bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal
yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang
sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan
yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan
dihilangkan. Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi,
honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam
masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa
yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain
berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh
jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya, yakni nilainya
bagi masyarakat. Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan
sesuatu yang salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan,
maka keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak
yang dirugikan jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang
sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan
mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk.
Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan tersebut. Dari uraian
ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan
keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah. Dalam membangun
argumennya, Aristoteles menekankan perlunya dilakukan pembedaan antara vonis
yang mendasarkan keadilan pada sifat kasus dan yang didasarkan pada watak
manusia yang umum dan lazim, dengan vonis yang berlandaskan pandangan tertentu
dari komunitas hukum tertentu. Pembedaan ini jangan dicampuradukkan dengan
pembedaan antara hukum positif yang ditetapkan dalam undang-undang dan hukum
adat. Karena, berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua peni laian yang terakhir
itu dapat menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas
tertentu, sedangkan keputusan serupa yang lain, kendati diwujudkan dalam bentuk
perundang-undangan, tetap merupakan hukum alamjika bisa didapatkan dari fitrah
umum manusia.
2.2 Teori Keadilan Adam Smith
Pada
teori keadilan Aristoteles, Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori
keadilan yaitu keadilan komutatif. Alasannya, yang disebut keadilan
sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut
kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak
dengan orang atau pihak lain.
1. Prinsip No Harm
Prinsip
keadilan komutatif menurut Adam Smith adalah no harm, yaitu tidak merugikan dan
melukai orang lain baik sebagai manusia, anggota keluarga atau anggota
masyarakat baik menyangkut pribadinya, miliknya atau reputasinya. Pertama, keadilan
tidak hanya menyangkut pemulihan kerugian, tetapi juga menyangkut pencegahan
terhadap pelanggaran hak dan kepentingan pihak lain. Kedua, pemerintah dan
rakyat sama-sama mempunyai hak sesuai dengan status sosialnya yang tidak boleh
dilanggar oleh kedua belah pihak. Pemerintah wajib menahan diri untuk tidak
melanggar hak rakyat dan rakyat sendiri wajib menaati pemerintah selama
pemerintah berlaku adil, maka hanya dengan inilah dapat diharapkan akan
tercipta dan terjamin suatu tatanan sosial yang harmonis. Ketiga, keadilan
berkaitan dengan prinsip ketidakberpihakan (impartiality), yaitu prinsip
perlakuan yang sama didepan hukum bagi setiap anggota masyarakat.
2. Prinsip Non-Intervention
Disamping prinsip no harm, juga terdapat prinsip no
intervention atau tidak ikut campur dan prinsip perdagangan yang adil dalam
kehidupan ekonomi. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas
hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut
campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.campur tangan dalam
bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak orang tertentu yang
merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi ketidakadilan.
3. Prinsip Keadilan Tukar
Prinsip
keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan
terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Dalam keadilan tukar ini, Adam
Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga
alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi yang telah dikeluarkan
oleh produsen, yaitu terdiri dari tiga komponen biaya produksi berupa upah
buruh, keuntungan untuk pemilik modal, dan sewa. Sedangkan harga pasar atau
harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi
dagang didalam pasar.
2.3 Keadilan sosial ala John
Rawls John Rawls dalam bukunya a theory of justice
Menjelaskan
teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of
fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan
sosial dan ekonomis harus diatur agar memberika manfaat yang paling besar bagi
mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosil-ekonomis dalam
prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk
mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu,
the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang
paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat
dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus. Rawls
mengerjakan teori mengenai prinsip-prinsip keadilan terutama sebagai alternatif
bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan Hume, Bentham dan Mill. Rawls
berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur menurut prinsip-prinsip
utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri, lagi pula bahwa pelayanan
demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls juga berpendapat bahwa sebenarnya
teori ini lebih keras dari apa yang dianggap normal oleh masyarakat. Memang
boleh jadi diminta pengorbanan demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat
dibenarkan bahwa pengorbanan ini pertama-tama diminta dari orang-orang yang
sudah kurang beruntung dalam masyarakat. Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan
harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan
golongan masyarakat yang paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat
dipenuhi. Pertama, situasi ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi
golongan orang yang paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian
rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi
golongan orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan
yang terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan
peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua perbedaan
antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain yang bersifat
primordial, harus ditolak. Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka
program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan
dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas
kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang.
Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga
dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi
setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak
beruntung. Dengan demikian, prisip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar
masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama
kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang
yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan
untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi
ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi
sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus
memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk
mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.
2.4 Prinsip Keadilan Distributif
Rawls
Rawls
merumuskan dua prinsip keadilan distributif, sebagai berikut:
1. the greatest equal principle, bahwa setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak azasi) yang harus dimiliki semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip the greatest equal principle, menurut penulis, tidak lain adalah ”prinsip kesamaan hak” merupakan prinsip yang memberikan kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang dimiliki setiap orang (i.c. para kontraktan). Prinsip ini merupakan ruh dari azas kebebasan berkontrak.
1. the greatest equal principle, bahwa setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak azasi) yang harus dimiliki semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip the greatest equal principle, menurut penulis, tidak lain adalah ”prinsip kesamaan hak” merupakan prinsip yang memberikan kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang dimiliki setiap orang (i.c. para kontraktan). Prinsip ini merupakan ruh dari azas kebebasan berkontrak.
2.
ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu
diperhatikan azas atau prinsip berikut: (1) the different principle, dan (2)
the principle of fair equality of opportunity. Prinsip ini diharapkan
memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung, serta
memberikan penegasan bahwa dengan kondisi dan kesempatan yang sama, semua
posisi dan jabatan harus terbuka bagi semua orang (Prinsip Perbedaan Obyektif).
Prinsip kedua, yaitu “the different principle” dan ”the principle of (fair)
equality of opportunity”, menurut penulis merupakan “prinsip perbedaan
obyektif”, artinya prinsip kedua tersebut menjamin terwujudnya proporsionalitas
pertukaran hak dan kewajiban para pihak, sehingga secara wajar (obyektif)
diterima adanya perbedaan pertukaran asalkan memenuhi syarat good faith and
fairness (redelijkheid en billijkheid). Dengan demikian, prinsip pertama dan
prinsip kedua tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sesuai dengan azas
proprosionalitas, keadilan Rawls ini akan terwujud apabila kedua syarat
tersebut diterapkan secara komprehensif. Dengan penekanannya yang begitu kuat
pada pentingnya memberi peluang yang sama bagi semua pihak, Rawls berusaha agar
keadilan tidak terjebak dalam ekstrem kapitalisme di satu pihak dan sosialisme
di lain pihak. Rawls mengatakan bahwa prinsip (1) yaitu the greatest equal
principle, harus lebih diprioritaskan dari prinsip (2) apabila keduanya
berkonflik. Sedang prinsip (2), bagian b yaitu the principle of (fair) equality
of opportunity harus lebih diprioritaskan dari bagian a yaitu the different
principle. Keadilan harus dipahami sebagai fairness, dalam arti bahwa tidak
hanya mereka yang memiliki bakat dan kemampuan yang lebih baik saja yang berhak
menikmati pelbagai manfaat sosial lebih banyak, tetapi keuntungan tersebut juga
harus membuka peluang bagi mereka yang kurang beruntung untuk meningkatkan
prospek hidupnya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pertanggungjawaban
moralitas ”kelebihan” dari mereka yang beruntung harus ditempatkan pada
”bingkai kepentingan” kelompok mereka yang kurang beruntung. “The different
principle” tidak menuntut manfaat yang sama (equal benefits) bagi semua orang,
melainkan manfaat yang sifatnya timbal balik (reciprocal benefits), misalnya,
seorang pekerja yang terampil tentunya akan lebih dihargai dibandingkan dengan
pekerja yang tidak terampil. Disini keadilan sebagai fairness sangat menekankan
azas resiprositas, namun bukan berarti sekedar ”simply reciprocity”, dimana
distribusi kekayaan dilakukan tanpa melihat perbedaan-perbedaaan obyektif di
antara anggota masyarakat. Oleh karenanya, agar terjamin suatu aturan main yang
obyektif maka keadilan yang dapat diterima sebagai fairness adalah pure
procedural justice, artinya keadilan sebagai fairness harus berproses sekaligus
terefleksi melalui suatu prosedur yang adil untuk menjamin hasil yang adil
pula. Terkait dengan kompleksitas hubungan kontraktual dalam dunia bisnis,
khususnya terkait dengan keadilan dalam kontrak, maka berdasarkan
pikiran-pikiran tersebut di atas kita tidak boleh terpaku pada pembedaan
keadilan klasik. Artinya analisis keadilan dalam kontrak harus memadukan konsep
kesamaan hak dalam pertukaran (prestasi – kontra prestasi) sebagaimana dipahami
dalam konteks keadilan komutatif maupun konsep keadilan distributif sebagai
landasan hubungan kontraktual. Memahami keadilan dalam kontrak tidak boleh
membawa kita kepada sikap monistic (paham tunggal), namun lebih dari itu harus
bersikap komprehensif. Dalam keadilan komutatif yang menjadi landasan hubungan
antara person, termasuk kontrak, hendaknya tidak dipahami sebagai kesamaan
semata karena pandangan ini akan membawa ketidakadilan ketika dihadapkan dengan
ketidakseimbangan para pihak yang berkontrak. Dalam keadilan komutatif
didalamnya terkandung pula makna distribusi-proporsional. Demikian pula dalam
keadilan distributif yang dipolakan dalam hubungan negara dengan warga negara,
konsep distribusi-proporsional yang terkandung didalamnya dapat ditarik ke
perspektif hubungan kontraktual para pihak.
2.5 Jalan Keluar atas Masalah
Ketimpangan Ekonomi
Jalan
keluar untuk memecahkan persoalan perbedaan dan ketimpangan ekonomi dan sosial
yang antara lain disebabkan oleh pasar adalah bahwa disamping menjamin
kebebasan yang sama bagi semua, negara dituntut untuk mengambil langkah dan
kebijaksanaan khusus tertentu yang secara khusus dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi kelompok yang secara objektif tidak
beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri. Langkah atau kebijaksanaan
khusus ini memang hanya dimaksudkan untuk kelompok yang memang atas kemampuan
mereka sendiri tidak bisa memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi mereka. Jadi
jalan keluar yang diajukan atas ketimpangan ekonomi adalah dengan mengandalkan
kombinasi mekanisme pasar dan kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus
ditujukan untuk membantu kelompok yang secara objektif tidak mampu memanfaatkan
peluang pasar secara maksimal.
BAB III
METODE PENULISAN
Pada penulisan ini penuli mencari informasi yang ada dari
sumber-sumber di internet sebanyak-banyaknya mengenai etika bisnis agar rumusan
dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data penulisan ini mengunakan data
sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai
tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro
Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain
BAB IV
PEMBAHASAN
Kenaikan
Harga Tiket Jambi-Padang Tak
Manusiawi
MEDAN
| DNA – Adanya dugaan beberapa maskapai penerbangan yang melihat musibah gempa
di Padang dan Jambi sebagai peluang bisnis dengan menaikkan harga tiket pesawat
kelas ekonomi adalah perbuatan tidak manusiawi. Demikian ditegaskan anggota
Fraksi PPP DPTD Medan Drs. Muhammad Yusuf, SPDI Selasa (6/10) diruang kerjanya.
Dikatakannya, banyaknya keluhan masyarakat karena terjadi lonjakan harga tiket jurusan Padang-Jambi pasca gempa mesti menjadi perhatian serius pemerintah. Kita sangat mendukung apa yang disampaikan Kepala Cabang PT (Persero) II Angkasa Pura Bandara Polonia Endang A. Sumiarsih beberapa waktu lalu akan mencabut ijin operasional counter tiket tidak diperbolehkan lagi ada di Bandara Polonia bagi 3 maskapai penerbangan Mandala Airlines, Sriwijaya Airlines dan Lion Airlines kalau menjual tiket melebihi TBA (Tarif Batas Atas).
Dikatakannya, banyaknya keluhan masyarakat karena terjadi lonjakan harga tiket jurusan Padang-Jambi pasca gempa mesti menjadi perhatian serius pemerintah. Kita sangat mendukung apa yang disampaikan Kepala Cabang PT (Persero) II Angkasa Pura Bandara Polonia Endang A. Sumiarsih beberapa waktu lalu akan mencabut ijin operasional counter tiket tidak diperbolehkan lagi ada di Bandara Polonia bagi 3 maskapai penerbangan Mandala Airlines, Sriwijaya Airlines dan Lion Airlines kalau menjual tiket melebihi TBA (Tarif Batas Atas).
"Namun
kita sangat mengharapkan adanya tindak lanjut yang serius dari pernyataan Kacab
Angkasa Pura Bandara Polonia tersebut. Jangan hanya sekedar lips service
belaka. Disamping itu TNI Angkatan Udara, Kepolisian, administrator Bandara dan
pihak terkait mesti proaktif mendukung niat baik dan pernyataan itu," kata
Yusuf yang juga wakil ketua DPC PPP Kota Medan itu.
Ditegaskannya,
jauh-jauh hari Allah SWT telah mengingatkan dan memerintah umat manusia untuk
saling tolong bersitolongan dalam kebaikan dan takwa. Bukan tolong
bersitolongan dalam kemungkaran. Maka sikap tolong menolong adalah wajib bagi
manusia termasuk menolong korban bencana alam di padang dan Jambi. Jangan kita
memanfaatkan duka cita, penderitaan dan nasib tragis orang lain sebagai sumber
rejeki untuk pribadi maupun kelompok.
Menurutnya,
pasca musibah gempa di Padang Dan Jambi semestinya harga tiket semua
transportasi bukan hanya tiket pesawat tapi harga tiket semua jenis angkutan
laut, darat dan udara yang menuju lokasi bencana lebih dimurahkan. Apalagi
kepada penumpang yang sengaja turun kelokasi untuk mencari, menjenguk dan
mengetahui nasib kerabat maupun saudaranya diseputaran lokasi musibah. Ini kok
malah yang terjadi sebaliknya banyak oknum yang mengambil kesempatan dalam
kesempitan. Sudah begini pudarkah moralitas bangsa Indonesia yang mengaku
sebagai umat yang beragama, tanya Yusuf.
Lebih
lanjut dikatakannya, disamping mengontrol harga tiket pemerintah juga mesti
segera menurunkan aparat hukum yang bermoral sebanyak-banyaknya untuk mengatur,
mengawasi lalu lintas masuk dan keluarnya bantuan barang dan uang yang
ditujukan untuk korban gempa dan keluarganya. Menguasai lokasi musibah dari
oknum-oknum dan jaringan mafia yang memang mengincar bantuan bencana alam
sebagai sumber rejekinya.
"Terhadap
perbuatan orang perorang atau kelompok seperti ini mesti diberantas dan dicegah
untuk tidak terulang lagi dimasa-masa yang akan datang dengan hukuman mati.
Dapat dijadikan pelajaran dari kasus perkasus dari tragedi bencana terdahulu
bahwa hampir semua bentuk bantuan barang dan uang selalu menimbulkan masalah
yaitu terjadi penyimpangan dan korupsi. Perbuatan ini mesti diputus dengan
hukuman mati bagi pelakunya.
Pendapat
atas artikel di atas
Kejadian
di atas melanggar etika dalam berbisnis. Terutama prinsip-prinsp dari etika
bisnis, antara lain prinsip kejujuran, prinsip keadilan dan prinsip saling
menguntungkan. Pada prinsip kejujuran, maskapai-maskapai penerbangan tidak
bertindak jujur dengan tiba-tiba menaikkan harga tinggi sekali yang melampaui
harga batas atas. Padahal itu merupakan peraturan dari pemerintah. Dengan kata
lain, telah dilakukan penipuan kepada konsumen.
Pada
prinsip keadilan, maskapai-maskapai penerbangan itu telah bertindak tidak adil.
Karena memanfaatkan kondisi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan. Pada
saat masyarakat membutuhkan tiket murah karena keluarganya terkena bencana,
harga tiket tersebut malah melonjak tinggi. Jelas ini telah melanggar prinsip
keadilan.
Pada
prinsip saling menguntungkan sudah jelas terlihat bahwa yang diuntungkan disini
hanya maskapai penerbangan. Hal ini terlihat karena harga yang sangat tinggi
membuat masyarakat kesulitan untuk memperoleh tiket (karena harganya mahal).
Sedangkan harga yang seharusnya tidak mencapai sedemikian mahal harus dibayar
oleh masyarakat. Kerugian dialami oleh masyarakat yang harus mengeluarkan uang
tambahan untuk mendapatkan tiket tersebut.
Sangsi
seharusnya diberikan pada perusahaan maskapai yang melakukan hal tersebut.
Pencabutan izin operasional dapat menjadi salah satu hukuman yang dapat
diberikan.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari artikel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada
saat ini masih banyak perusahaan-perusahaan (dalam hal ini maskapai
penerbangan) yang masih mengambil untung dari konsumennya. Mengambil untung
disini bukan mengambil keuntungan secara wajar tetapi dengan memanfaat situasi
kondisi konsumen yang sedang dalam keadaan tidak baik. Hal ini jelas melanggar
prinsip-prinsip etika bisnis, antara lain prinsip kejujuran, prinsip keadilan
dan prinsip saling menguntungkan.
Selain itu, mengambil keuntungan pada saat tersebut sangat tidak manusiawi. Pada saat sesama kita membutuhkan pertolongan seharusnya kita memberikan pertolongan untuk meringankan bebannya, bukan malah memberatkan keadaan mereka.
3.2 Saran
Selain itu, mengambil keuntungan pada saat tersebut sangat tidak manusiawi. Pada saat sesama kita membutuhkan pertolongan seharusnya kita memberikan pertolongan untuk meringankan bebannya, bukan malah memberatkan keadaan mereka.
3.2 Saran
Menanggapi hal ini, sebaiknya direktorat jenderal
Perhubungan segera melakukan pengawasan yang baik terhadap kegiatan jasa
transportasi tersebut.
perusahaan-perusahaan yang melakukan hal tersebut sebaiknya diberikan sangsi, Sangsi berupa pencabutan izin operasional seperti yang dikatakan dalam artikel seharusnya didukung dan dilakukan. Hal ini agar perusahaan tersebut mendapatkan efek jera.
perusahaan-perusahaan yang melakukan hal tersebut sebaiknya diberikan sangsi, Sangsi berupa pencabutan izin operasional seperti yang dikatakan dalam artikel seharusnya didukung dan dilakukan. Hal ini agar perusahaan tersebut mendapatkan efek jera.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar