ABSTRAKSI
Persaingan dalam dunia bisnis kian
ketat, berbagai perusahaan berlomba-lomba berkreasi se-kreatif mungkin untuk
membuat program marketingnya termasuk pengolahan ide iklan. Lihat saja di
televisi, berbagai iklan diputar di sela-sela tayangan program televisi
tersebut. Bila iklan tidak dibuat semenarik mungkin, maka orang akan lebih
memilih untuk mengganti channel televisi daripada melihat iklan. Sama juga
iklan di media pajang seperti billboard. Laju kendaraan dan padatnya lalu
lintas membuat orang sulit untuk focus pada suatu iklan tertentu. Berdasar dari
insight itulah, berbagai pembuat iklan selalu berusaha membuat iklan yang unik,
berbeda dan menarik
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan zaman yang semakin pesat
membuat perkembangan akan produk baik barang ataupun jasa juga semakin
meningkat. Sehingga pemanfaatan akan penyebaran informasi mengenai produk
tersebutpun mulai bermunculan dalam berbagai media, baik cetak, pertelevisian
maupun media online. Informasi itu sendiri tertuang dalam sebuah sarana yang
dinamakan Iklan.
Iklan sendiri dapat diartikan sebagai
penggiring orang pada suatu gagasan. Walaupun pada akhrinya tidak semua iklan
dapat mengajak setiap orang yang melihatnya untuk membeli atau melakukan apa
yang dilihat, didengar atau dibaca.
Media
audiovisual, seperti televisi adalah media yang paling tepat untuk memunculkan
sebuah iklan dikarenakan hampir seluruh lapisan masyarakat memiliki televisi.
Selain hasil yang didapat nyaris sempurna, gambar atau alur cerita serta
rangkaian kalimat yang diiringi dengan musik yang beraneka ragam membuat iklan
ditelevisi mudah diingat.
Namun
apakah setiap iklan ditelevisi sudah sesuai dengan etika yang ada, serta
estetika apa yang terdapat didalamnya nyata. . Untuk itu dalam penulisan kali
ini, penulis ingin membahas tentang “ETIKA
DAN ESTETIKA DALAM IKLAN ”
Rumusan Masalah
Apakah iklan
yang ada
sudah memenuhi
Etika dan Estetika ?
Batasan Masalah
Dalam penulisan ini penulis membatasi masalah hanya pada penggunaan
prinsip – prinsip dalam Etika Bisnis
Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahuin apakah etika
dalam periklanan sangat dibutuhkan.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Akademis
Dapat membantu penulis memperdalam
materi yang berkaitan dengan studi kelayakan usaha dan dapat dijadikan acuan
oleh penulis lain jika ingin melakukan penulisan sejenis.
2.
Manfaat Praktis
Sebagai dasar dari pengetahuan untuk
perusahaan, tentang etika bisnis
Metode Penelitian
Dalam penulisan ini penulis hanya melakukan penelitian dalam
internet yaitu berupa forum, media sosial, dan juga Wikipedia.
LANDASAN TEORI
Pengertian Iklan
Iklan Berasal dari bahasa Yunani,
kurang lebih pengertiannya “menggiring orang pada suatu gagasan”. Definisi tentang iklan dan periklanan dapat kita temui di hampir semua
kepustakaan iklan, periklanan dan pemasaran. Iklan adalah segala bentuk pesan
tentang suatu produk yang disampaikan lewat media dan dibiayai oleh pemrakarsa
yang dikenal serta ditujukan kepada sebagaian atau seluruh masyarakat. Dari
definisi diatas, jelas terlihata adanya empat unsur yang menentukan atau
membentuk iklan, yaitu :
1. Pemrakarsa
2. Pesan
3. Media
4. Masyarakat
Dengan demikian jelas,
bahwa iklan merupakan pula suatu komunikasi. Ia melibatkan produsen sebagai
Komunikator, fisik iklan itu sendiri sebagai unsure Pesan, media sebagai
Saluran dan khalayak sebagai publik yang ditujunya. Dengan demikian, model
komunikasinya menjadi :
Produsen > Iklan > Media
> Khalayak > Sasaran
Para praktisi
periklanan Indonesia juga menyatakan sepakat bahwa, periklanan adalah
keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan penyampaian iklan.
Tujuan dan Fungsi Periklanan
Pada dasarnya tujuan
akhir periklanan adalah untuk merangsanga atau mendorong terjadinya penjualan
(sales). Untuk mencapai tujuan itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
Secara umum tujuan periklanan adalah sebagai berikut :
1. Menciptakan pengenalan merek / produk
/ perusahaan
Melalui periklanan khalayak akan
mengetahui keberadaan merk, produk maupuin perusahaan pasar.
2. Memposisikan
Melalui periklanan perusahaan pasar
dapat memposisikan produknya dengan membedakan diri dengan produk pesaing.
3. Mendorong prospek untuk mencoba
Dengan menyampaikan pesan-pesan yang
persuasive, khalayak didorong untuk mencoba menggunakan produk atau merk yang
ditawarkan.
4. Mendukung terjadinya penjualan
Dengan beriklan diharapkan konsumen
bertindak untuk membeli produk
5. Membina loyalitas
Dengan beriklan akan semakin memantapkan
keberadaan pelanggan yang loyal. Artinya perusahaan ingin menyampaikan bahwa
merk dan produk yang pernah digunakan konsumen masih tetap ada dipasar.
6. Mengumumkan cara baru pemanfaatan
Inovasi atau cara baru pemanfaatan dapat
dapat diketahui khalayak melalui iklan
7. Meningkatkan citra
Dengan iklan akan meningkatkan citra
produk, merk maupun perusahaan.
Fungsi dan Peran Periklanan
1. Sumber Informasi
Dengan iklan, dapat membantu masyarakat
unruk memilih altenatif produk yang lebih baik atau yang lebih sesuai dengan
kebutuhannya. Artinya iklan dapat memberikan informasi yang lebih banyak
daripada yang lainnya, baik tentang produknya, distribusi atau tempat
pembeliannya atau informasi lain yang mempunyai kegunaan bagi masyarakat.
2. Kegiatan Ekonomi
Periklanan mendorong pertumbuhan
perekonomian karena produsen didorong utnuk tetap memproduksi dan
memperdagangkan produk untuk melengkapi kebutuhan masyarakat yang terus
berkembang.
3. Pembagi Beban Biaya
Periklanan membantu tercipatanya skala
ekonomi yang besar bagi setiap produk, sehingga menurunkan biaya produksi dan
distribusi per unit atas produk tersebut, dan pada akhirnya memurahkan harga
jualnya kepada masyarakat.
4. Sumber Dana Media
Periklanan merupakan salah satu sumber
dana media yang menunjang media untuk tetap eksis. Munculnya banyak media
membuat persaingan semakin ketat.
5. Identitas produsen
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat
akan mengetahui produsen. Ada perusahaan yang dalam iklannya memnonjolkan
perusahaanya
6. Sarana Kontrol
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat
dapat membedakan produk-produk sah dengan tiruan.
Akan tetapi, selain
berperan positif, berbagai pandangan negative tentang iklan bermunculan,
diantaranya adalah :
1. Iklan dianggap merusak tata bahasa
yang berlaku
2. Iklan dianggap dapat mendorong orang
menjadi matrealistis
3. Iklan dianggap dapat mendorong orang
membeli barang yang tidak diinginkan
4. Iklan dianggap terlalu berlebihan
5. Iklan dianggap menciptakan suatu
stereotip
Pengertian Estetika
Estetika merupakan gabungan dari ilmu pengetahuan dan
filsafat. Kata estetika dikutip dari bahasa Yunani aisthetikos atau aishtanomai
yang berarti mengamati dengan indera (Lexion Webster Dic: 1977:18). Pengertian
tersebut juga berkaitan dengan istilah Yunani aestheis yang berarti pengamatan.
Dalam hal ini, Feldman melihat estetika sebagai ilmu
pengetahuan pengamatan atau ilmu pengetahuan inderawi, mengacu pada kesan-kesan
inderawi. Demikian juga dengan J. Addison, memadankan estetika dengan teori
cita rasa.
Estetika sebagai ilmu pengetahuan
berdasarkan pada kegiatan dari pengamatan yang
dilakukan dengan menggunakan panca indera, yaitu (1) mata sebagai indera
penglihatan, (2) hidung sebagai indera penciuman, (3) telinga sebagai indera
pendengaran, (4) lidah sebagai indera pengecap, dan (5) kulit sebagai indera
peraba. Sebagai contoh, dalam mengamati suatu karya seni, kita menggunakan
kelima indera tersebut untuk mendapatkan kesan yang ditimbulkan dari karya seni
yang diamati, baik itu kesan warna, ruang, tekstur, dan sebagainya. Setelah
kita mendapatkan kesan dari karya seni yang kita amati, maka kita dapat
merasakan unsur keindahan yang terdapat pada karya seni tersebut. Keindahan
bersifat relatif bergantung pada selera atau cita rasa masing-masing individu.
Selera atau cita rasa (Inggris: taste)
yang dimaksud adalah kecenderungan menyukai sesuatu atau hal-hal yang pernah
dialami.
Media Audiovisual
Sebelum beranjak ke pengertian media audio visual maka terlebih
dahulu kita mengetahui arti kata media itu sendiri. Apabila dilihat dari
etimologi “kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar, maksudnya sebagai perantara atau
alat menyampaikan sesuatu” (Salahudin,1986: 3) Sejalan dengan pendapat di atas,
AECT (Association For Education Communication Technology) dalam Arsyad
mendefinisikan bahwa “ media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk
menyalurkan pesan informasi” (Arsyad,2002:11). “Audio visual
adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman
(kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi), meliputi media yang dapat dilihat
dan didengar” (Rohani, 1997: 97-98). Media audio visual adalah merupakan media
perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan dan
pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Berbicara mengenai bentuk
media, disini media memiliki bentuk yang bervariasi sebagaiman dikemukakan oleh
tokoh pendidikan, baik dari segi penggunaan, sifat bendanya, pengalaman belajar
siswa, dan daya jangkauannya, maupun dilihat dari segi bentuk dan jenisnya.
Dalam pembahasan ini akan dipaparkan sebagian dari bentuk media audio visual yang dapat diklasifikasikan menjadi
delapan kelas yaitu:
- Media audio visual gerak contoh, televisi, video tape, film dan media audio pada umumnaya seperti kaset program, piringan, dan sebagainya.
- Media audio visual diam contoh, filmastip bersuara, slide bersuara, komik dengan suara.
- Media audio semi gerak contoh, telewriter, mose, dan media board.
- Media visual gerak contoh, film bisu
- Media visual diam contoh microfon, gambar, dan grafis, peta globe, bagan, dan sebagainya
- Media seni gerak
- Media audio contoh, radio, telepon, tape, disk dan sebagainya
- Media cetak contoh, televisi (Soedjarwono, 1997: 175).
Hal tersebut di atas adalah merupakan gambaran media sebagai
sumber belajar, memberikan suatu alternatif dalam memilih dan mengguanakan
media pengajar sesuai dengan karakteristik siswa. Media sebagai alat bantu
mengajar diakui sebagai alat bantu auditif, visual dan audio visual.
Ketiga jenis sumber belajar ini tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan
dengan rumusan tujuan instruksional dan tentu saja dengan guru itu sendiri.
METODE PENELITIAN
Objek
Penelitian
Objek yang digunakan dalam penulisan ini adalah iklan ditelevisi.
Data Penelitian
Data yang digunakan oleh penulis dalam
penulisan ini adalah dengan mencari data-data di internet.
PEMBAHASAN
Sejarah
Etika Periklanan Di Indonesia
Aturan, tata cara dan etika dalam beriklan sempat menjadi
perbincangan di masa periklanan modern Indonesia pada tahun 1978 yaitu
inisiatif untuk melahirkan Tata Krama Periklanan Indonesia. Contohnya saat itu
pemerintah Indonesia mendukung dibentuknya Dewan Periklanan Nasional yang
beranggotakan PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), SPS (Seikat
Penerbit Surat kabar), TVRI & RRI, PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta
Niaga Indonesia, GPBSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia) dan YLKI
(yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). Sayangnya dewan itu hanya berusia satu
tahun sebelum pada akhirnya dibubarkan. Tata Krama Periklanan Indonesia yang
dicita-citakan akan lahir dari Dewan Periklanan Nasional tidak sempat menjadi
kenyataan. Beberapa pendapat mengatakan beberapa hal bahwa terutama ini karena
tekanan dari pengelola media cetak yang menginginkan agar kode etik periklanan
mengacu pada Kode Etik Penerbitan Pers yang sudahh dimiliki dan diberlakukan
oleh SPS bagi par anggotanya.
Pada pertengahan tahun 1980, Aspindo (Asosiasi Pemrakarsa
dan Penyantun Iklan Indonesia) memprakarsai sebuah Simposium Periklanan
Nasional bersama PPPI, SPS dan PRSSNI. Semua draft dan butir-butir pikiran Tata
Krama Periklanan Indonesia yang pernah dirumuskan di masing-masing organisasi
“dipertemukan” dalam simposium ini dan dibahas secara bersama.
Menjelang akhir tahun 1980, sebagai kelanjutan dalam
Simposium Periklanan Nasional, diselenggarakan Konvensi Masyarakat Periklanan
Indonesia untuk mencoba merumuskan sebuah rancangan Tata Krama Periklanan
Indonesia yang dapat disepakati bersama. Setelah melalui persidangan sebanyak
68 kali dalam waktu delapan bulan, akhirnya lahirlah Tata Krama dan Tata Cara
Periklanan Indonesia. (TKTCPI).
ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI)
(Disepakati Organisasi Periklanan
dan Media Massa, 2005). EPI merupakan acuan terkini dalam mengatur pembuatan
iklan supaya tetap mengacu kaidah etika sesuai dengan norma dan hukum yang
berlaku di Indonesia. Terdapat dua puluh tujuh poin yang menjadi aturan atau
etika dalam beriklan di indonesia.
Dalam
asumsi penulis, iklan sebuah produk soft drink ini bermaksud mengusung
imej sebagai minuman yang mampu menghilangkan rasa takut dan memunculkan rasa
senang. Oleh sebab itu kreator menggambarkannya dengan orang yang akan dihukum
gantung namun justru berekspresi senang melalui senyumannya ketika minum soft
drink tersebut.
Bila dikorelasikan dengan aturan etika periklanan dalam Etika Pariwara
Indonesia, iklan media cetak tersebut berbenturan dengan dua poin dalam aturan
ini yaitu poin ke sembilan dan ke sepuluh yang berbunyi sebagai berikut:
9. Rasa
Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa
takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk
tujuan positif.
10.
Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung
-menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan
terjadinya tindakan kekerasan.
Iklan tersebut menjadi berbenturan dengan EPI karena secara visual dapat
menimbulkan rasa takut melalui gambaran kekerasan (algojo dan hukum gantung).
Disangkutkan dengan hal lainnya,
pada bulan Juni 2012 lalu, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) DKI
Jakarta bekerjasama dengan PT Fonterra Brands Indonesia, perusahaan susu yang
berpusat di Auckland, New Zealand, baru-baru ini menggelar diskusi “Etika
Periklanan: Pedoman Periklanan Produk Pangan” di Ritz Carlton, Jakarta. Diskusi
tersebut merupakan wadah komunikasi terbuka antar semua pihak yang terlibat
dalam penayangan pariwara, yaitu industri periklanan, pebisnis, pemerintah, dan
lembaga swadaya masyarakat terkait.
Membuka acara diskusi, Ketua P3I DKI
Jakarta, Irfan Ramli mengatakan bahwa pedoman periklanan yang ada saat ini
belum cukup sempurna untuk dapat mengikuti perkembangan dunia iklan baik dari
segi kreativitas, maupun media sehingga diperlukan adanya pembaruan periklanan.
Banyak biro iklan yang belum termasuk dalam keanggotaan P3I, sehingga P3I
sendiri cukup kesulitan untuk memantau semua konten media beriklan. Untuk
menayangkan iklan produk pangan pada khususnya, banyak kepentingan yang
terlibat. Namun dengan adanya ketentuan-ketentuan periklanan seharusnya
pekerjaan ini bisa lebih mudah. Agensi iklan tetap bisa menjaga kreativitasnya
di jalur yang sesuai dan produsen tetap bisa mengiklankan produknya, meskipun
harus tetap mengikuti pedoman periklanan produk pangan dari BPOM.
Mengenai keterkaitan Badan POM dalam
hal ini, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya Badan POM RI Roy A. Sparringa dalam pertemuan tersebut
menyampaikan bahwa dalam membuat peraturan terkait keamanan pangan,
selama ini BPOM berpegang pada pedoman CODEX, yaitu komisi di bawah Food
andAgricultural Organization (FAO) dan World Health
Organization (WHO) yang mengatur standardisasi keamanan pangan. CODEX
juga sudah banyak diperhatikan oleh perusahaan besar. Saat ini, Badan POM
tengah mengembangkan dan memperbaiki pedoman yang mengatur mengenai produk
pangan, khususnya tentang periklanan. Pedoman ini memiliki ketentuan dasar
bahwa sebuah iklan harus benar dan tidak menyesatkan, mengingat
eratnya hubungan antara iklan dengan persepsi konsumen.
Dalam pembuatan iklan sendiri,
menurut Roy A. Sparringa, terlebih mengenai penayangan iklan di media
elektronik, masyarakat khususnya anak-anak cenderung mudah
menyerap pesan dari iklan-iklan yang ditayangkan di TV, sehingga para pelaku iklan harus lebih cermat dan
memahami perilaku konsumen. Di sinilah etika mulai berperan dalam memberikan
tata krama dan tata cara beriklan agar pelaku usaha sebagai
pengiklan dan asosiasi iklan bertindak sesuai dengan aturan.
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam melaksanakan etika periklanan, khususnya untuk
produk makanan dan minuman, diperlukan kerjasama yang kondusif antara badan
yang berwenang dan pihak pengontrol
iklan yakni industry, pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian etika
periklanan menjadi usaha nyata untuk memberikan informasi yang benar dan
mendidik kepada konsumen serta meningkatkan kualitas industry periklanan sesuai
dengan perkembangan.
Saran
Pandangan kristis konsumen Indonesia saat ini selain
mengenai kandungan dalam produk makanan dan minuman juga adalah status halal
dan haramnya produk konsumsi tersebut. Jadi dalam iklan produk makanan dan
minuman seharusnya memegang etika periklanan dengan mencantumkan keterangan
lolos uji klinis BPOM serta keterangan halal dari MUI.