IKLAN
DAN DIMENSI ETISNYA
Salah satu topik dari etika bisnis yang banyak
mendapat perhatian sampai sekarang, yaitu mengenai iklan. Sudah umum diketahui
bahwa abad kita ini adalah abad informasi. Iklan memainkan peran yang sangat
penting untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat.
Karena kecenderungan yang berlebihan untuk menarik konsumen agar membeli produk
tertentu dengan memberi kesan dan pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan
berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan citra bisnis tercemar
sebagai kegiatan tipu menipu, dan karena itu seakan antara bisnis dan etika ada
jurang yang tak terjembatani.
Kebudayaan masyarakat modern adalah kebudayaan massa,
kebudayaan serba instant dan kebudayaan serba tiruan. Iklan itu sendiri pada
hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk
mendekatkan barang yang hendak di jual kepada konsumen. Dengan ini iklan
berfungsi mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan
bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa di jual kepada konsumen.
Pada hakikatnya secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk
memungkinkan barang konsumen dapat dijual kepada konsumen.
DEFINISI IKLAN
Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara adalah promosi barang, jasa, perusahaan dan ide yang harus dibayar oleh sebuah
sponsor. Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi promosi
secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan promosi
penjualan.
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan
dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral
disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi
mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan
tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea,
institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Iklan adalah salah satu alat
pemasaran yang penting. Dengan iklan perusahaan ingin menarik perhatian calon
konsumen tentang barang atau jasa yang ditawarkannya. Banyak orang memutuskan
membeli suatu barang atau jasa karena pengaruh iklan yang sedemikian atraktif
tampilan visualnya. Kecermatan menimbang dan rasionalitas pemikiran seringkali
‘kalah wibawa’ dengan semangat hedonis yang ditawarkan iklan. Tapi selalu saja
banyak orang yang kemudian kecewa, karena spesifikasi atau manfaat barang yang
dibeli tidak seperti yang ditawarkan.
Iklan mempunyai andil besar dalam menciptakan citra bisnis
baik secara positif maupun negatif. Iklan ikut menentukan penilaian masyarakat
mengenai baik buruknya kegiatan bisnis. Sayangnya, lebih banyak kali iklan
justru menciptakan citra negatif tentang bisnis, seakan bisnis adalah kegiatan
tipu-menipu, kegiatan yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, yaitu
keuntungan. Ini karena iklan sering atau lebih banyak kali memberi kesan dan
informasi yang berlebihan, kalau bukan palsu atau terang-terangan menipu,
tentang produk tertentu yang dalam kenyataannya hanya akan mengecoh dan
mengecewakan masyarakat konsumen. Karena kecenderungan yang berlebihan untuk
menarik konsumen agar membeli produk tertentu dengan dengan memberi kesan dan
pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan
citra bisnis tercemar sebagai kegiatan tipu-menipu, dan karena itu seakan
antara bisnis dan etika ada jurang yang tak terjembatani.
Citra ini semakin mengental dalam sistem pasar bebas yang mengenal kompetisi yang ketat di antara
banyak perusahaan dalam menjual barang dagangan sejenis. Dalam sistem ekonomi
di mana belum ada diversifikasi besar-besaran atas barang dagangan, hampir
terdapat monopoli alamiah dari satu atau dua perusahaan saja jenis barang
tertentu sehingga iklan belum sepenuhnya menjadi persoalan etis yang serius. Dalam
pasar bebas di mana terdapat beragam jenis barang dan jasa, semua pihak
berusaha dengan segala cara untuk menarik konsumen atau pembeli.
Iklan komersil kadang didefinisikan sebagai salah satu
bentuk “informasi” dan yang memasang iklan adalah “yang memberi informasi.”
Implikasinya fungsi iklan adalah untuk memberikan informasi kepada
konsumen. Salah satu hasil penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari separuh iklan televisi tidak memuat informsi
tentang produk yang diiklankan dan hanya separuh dari emua iklan di majalah yang memberikan
lebih dari satu informasi. Kita lihat beberapa banyak informasi yang diberikan
dari iklan-iklan berikut ini :
“Connect
with style” (handphone Nokia)
“Malboro
Country” (rokok Malboro)
“Inside
every woman is a glow just waiting to come out” (sabun Dove)
Iklan
sering tidak memuat banyak informasi objektif karena alasan yang sederhana,
yaitu bahwa fungsi utamanya bukan untuk memberikan informasi yang tidak bias.
Dan fungsi sesungguhnya adalah untuk menjual sebuah produk kepada para calon
pembeli dan apa pun informasi yang dibawa iklan tersebut sifatnya hanya sebagai
tambahan dari fungsi dasar dan biasanya informasi tersebut ditentukan oleh
fungsi dasar.
Salah
satu cara lain yang lebih baik untuk mengarakteristikkan iklan komersial adalah
dalam kaitannya dengan hubungan pembeli-penjual. Iklan komersial dapat
didefinisikan sebagai jenis komunikasi tertentu antara penjual dengan calon
pembeli. Dan jenis komunikasi ini berbeda dari komunikasi dalam dua hal.
Pertama, iklan ditujukan pada khalayak ramai yang berbeda dari pesan yang
disampaikan pada individu. Karena sifat publik tersebut, iklan bisa dipastikan
memiliki pengaruh-pengaruh sosial yang luas.
Kedua,
iklan dimaksudkan untuk mendorong sebagian orang yang melihat atau membacanya
untuk membeli produk yang dimaksudkan. Iklan dikatakan berhasil memenuhi tujuan
itu dalam dua cara; (a) dengan menciptakan keinginan dalam diri konsumen untuk
membeli produk yang dimaksud dan (b) dengan menciptakan keyakinan dalam diri
konsumen bahwa produk tersebut merupakan sarana untuk memenuhi keinginan yang
telah ada dalam diri konsumen.
Iklan
itu sendiri pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang
bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen dengan
kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen.Sasaran akhir seluruh kegiatan
bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada
konsumen.Dengan kata lain,pada hakikatnya secara positif iklan adalah suatu
metode yang digunakan untuk memungkinkan barang konsumen dapat dijual kepada konsumen.
Untuk
melihat persoalan iklan dari segi etika bisnis,kami ingin menyoroti empat hal
penting, yaitu fungsi iklan, beberapa persoalan etis sehubungan dengan iklan,
arti etis dari menipu dalam iklan dan
kebebasan konsumen
1. Fungsi
iklan
Pada umumnya kita menemukan dua
pandangan berbeda mengenai fungsi iklan.Keduanya menampilkan dua model iklan
yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing ,yaitu iklan sebagai pemberi
informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum.
a.
Iklan
sebagai Pemberi Informasi
Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi
informasi. Iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya
kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar.
Yang ditekankan di sini adalah bahwa
iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang
serinci mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat
mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli
produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya pembeli membeli produk tersebut
atau tidak, itu merupakan sasaran paling jauh. Sasaran dekat yang lebih
mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya,
kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi
menyerahkan keputusan untuk membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan
hanyalahmedia informasi yang netral untuk membantu pembeli memutuskan secara
tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena
itu, iklan lalu mirip seperti brosur.
Namun, ini tidak berarti iklan yang informatif tampil secara tidak menarik.
Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap dapat tampil menarik tanpa
keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar
kepada konsumen, ada tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara
moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan. Pertama, produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang mengemas iklan
dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan sebagainya. Ketiga, bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan datang, iklan informatif
akan lebih di gemari. Karena, pertama,
masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu
oleh iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Kedua, masyarakat sudah bosan bahkan
muak dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan suatu produk. Ketiga, peran Lembaga Konsumen yang
semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi
tantangan serius bagi iklan.
b.
Iklan
sebagai pembentuk pendapat umum
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam
wujudnya yang laik iklan dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat
umum masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan
fungsi propaganda politik yang berusaha
mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik
massa konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan
yang manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring
konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga
disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan
semacam itu benar-benar memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya,
sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia. Iklan persuasif sangat
beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya iklan
semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan dan persuasi
kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai
iklan persuasif, ada baiknya kita bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional
dan persuasi non-rasional. Persuasi
rasional tetap mengahargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli
sebuah produk, sedangkan persuasi
non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya
terletak pada isi argumen itu. Persuasi rasional bersifat impersonal.ia tidak
di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang penting adalah isi argumen
tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang mengandalkan
persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan .jadi,kebenaran
iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian konsumen terdorong untuk
membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi informasi yang
benar,hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang
sedemikian menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk
membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa
dipertanggung jawabkan.
Berbada dengan persuasi rassional, non-rasional umumnya
hanya memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen
bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diiklankan
itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat rasional, melainkan pada
cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan yang ditampilkan dengan
memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu, gerakan tubuh, dan semacamnya.
Juga logikaiklan tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis
kalau persuasi itu bersifat non-rasional. Pertama, karena iklan semacam itu
tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya, melainkan memanipulasi aspek
psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan dan penuh bujuk
rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan memilih pada
konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk mengikuti kemauan
pengiklan , bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan terbukti
kebenaranya.
2. Beberapa Persoalan Etis
Ada
beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang
manipulatif dan persuasif non-rasional. Pertama,
iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas
sekali terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam
menentukan pilihannya untuk membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola
konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh
iklan dan tunduk pada kemauan iklan, khususnya iklan manupulatif dan persuasif
yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan imperatif moral Kant
bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain
di luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada
fenomena iklan manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri informasi untuk
membantunya memilih produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan persuasif
non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi
konsumtif. Secara ekonomis hal ini tidak baik karena dengan demikian akan
menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan, dapat
memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi kebutuhan hidupnya yang
bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul masyarakat konsumtif, di
mana banyak dari apa yang dianggap
manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan
manipulatif dan persuasif non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas
atau citra memiliki barang sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri
penuh kalau belum memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang film
terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah identitas
massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan, serba instan.
Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi
dan sosial yang tinggi, iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan
yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial di mana
banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sadar hidup. Iklan yang mewah
tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesamanya yang miskin.
Kendati
dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan tertentu,
ada baiknya kami paaparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan
dalam iklan. Pertama, iklan tdak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan
maksud memperdaya konsumen. Masyarakat dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh
iklan untuk membeli produk tertentu. Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya
karenatelah diperdaya oleh iklan tertentu. Kedua, iklan wajib menyampaikan
semua informasi tentang produk tertentu, khususnya menyangkut keamanan dan
keselamatan manusia. Ketiga, iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan,
khususnya secara kasar dan terang-terangan. Keempat, iklan tidak boleh mengarah
pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas: tindak kekerasan, penipuan,
pelecehan seksual, diskriminasi, perendahan martabat manusia dan sebagainya.
3.
Makna Etis Menipu dalam Iklan
Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk
pendapat umum, iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk atau bahkan
sebuah perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentukk bukan terutama
karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan terutama terbentuk
oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan apa yang
disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat ataupun tersirat. Karena
itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat dan
misi sebuah perusahaan atau produk.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah
prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Prinsip
ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang, melainkan juga pada
akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai
sebuah profesi yang baik.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan karena
itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan
pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu atau yang
menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak
konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya
tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain, berdasarkan
prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral adalah iklan yang
mem beri pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.
4. Kebebasan Konsumen
Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan,
dan makna etis dari menipu dalam iklan, ada baiknya kita singgung sekilas
mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan merupakan suatu
aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen
dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran
dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula
menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk
membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan
berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga konsumen), ahli hukum,
pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus
berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa
profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar punya
komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, kalau
ini pun tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis, dalam bentuk
aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi
dari pemerintah, melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan menjamin
iklan yang baik bagi masyarakat.
Sumber :
http://otnayi.blogspot.com/2011/12/iklan-dan-dimensi-etisnya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar